Menjadi Rahim Ibu
aku segumpal lapisan elastis
setebal lambung
hiena
dari sekumpulan
hal-hal yang dinamis
berkembang pesat
menuju
perpindahan
penduduk—meski hanya satu;
yang dilegalkan
menjadi
remah-remah
manusia; entah
hanya doa ibu,
dan Tuhan-lah yang
mengetahuinya.
jadi apa diriku?
dan, lalu mereka
mengutuknya
menjadi sebuah
nama yang tak pernah
aku minta;
membawa hari-hariku
dengan
sebutan-sebutan—postmodern
mengubahnya
menjadi nama baru
dari bibir teman
dekat;
atau bahkan kekasih tercinta.
*
kemudian,
ada yang merasa
tersingkirkan
meski hanya
sebatas aku
yang belum bisa;
ibadah;
mencuri;
bertani; berburu;
menjadi pahlawan baru;
*
aku hanya bisa
terdiam
merengek—mengutuk
geram
pada hal baru
atau menertawainya,
dan apa-apa yang
masih menjadi misteri
ibu. sebenarnya,
aku ingin minta susu. bukan mengantuk
ibu tetap merasa
benar
membawaku pada
rahimnya
aku masih di paksa
untuk bermimpi.
2025
Meminta Ayah untuk Membunuhnya
Kepada diriku sendiri.
bangkai-bangkai
anjing yang
menggelembung
perutnya—memucati kulit
membotaki
rambutnya satu per satu
seperti hutan
bromo terbakar siasat cinta
meski disuburkan
kembali dari ilalang yang baru menikah
lalu mati tenang—terbakar.
siang hari adalah
waktu;
ia yang merasa
tersingkirkan
untuk membalas
kelancangan aku,
menyetujui untuk bermigrasi
ke kota
penuh kehancuran
yang entah jadi apa
aku disini—aku
hanya ingin menangis.
tubuh ku sendiri
diusungnya
ke kamar jenazah—meski
hampir saja
kembali; aku mengemas tubuhku;
melipat tanganku;
melipat kakiku;
melepaskan kepalaku;
ia
bereksperimen menjadikanku manusia amfibi.
ku temui ayah,
yang menyeka
air mataku
seperti hujan dihatinya.
kemudian ayah
mengurung ia dalam
kemurkaan dan keterasingan;
yang ayah
lakukan membuatnya semakin menjadi-jadi
ia menjegalku
untuk bernafas,
ku berkata kepada
ayah, dalam tangisku.
eeaaa….eeeaaa…owweee….oweeee
(ayah……tolong, bunuh
ia!)
diterjemahkan dalam
bahasa bayi
2025
Daur Ulang
aku tak pernah
merasakan
bagaimana
men-unboxing atau meriview
sebuah paket
berisi mainan baru
yang dibelanjakan
ayah.
aku selalu
bertelanjang dada dihadapan cermin
memancing wajah
bahagia;
meski temanku
berkata dalam
salah satu
puisinya bahwa;
kebahagiaan adalah ikan-ikan
berwajah murung
tak perlu aku
mendatangi pekuburan
tanah kusir
atau bahkan harus
mengantri parkir
dan menunggu
manusia-manusia
bercinta; memperkosa mayat;
berzinah dengan hidupnya;
menikmati rangsangan semilir angin;
menatap cermin
itu
melihatnya
menampilkan episode
bagaimana si
merasa tersingkirkan
bahagia; tertawa
hingga pagi buta
ayah mencium
keningnya bersuhu 36˚C
aku merasa tahu,
kenapa ia merasa tersingkirkan.
lalu,
setelah itu ku
nikmati
kebahagiaanku
dengan hal-hal
yang di daur
ulang.
2025
aku ingin memberi tahu kepada mereka bagaimana aku sekarang, menjadi apa sampai dewasa tak kutemui juga hal-hal yang seharusnya dulu aku dapatkan sebelum ayah menjadi seorang bajingan
aku hanya menjadi
remah-remah popcorn di bawah kursi bioskop.
aku
malu punya ayah sepertimu
Pembawa Petaka
aku melayat kapal
berlendir hijau;
flying dutchman
sendirian menjadi
ikan-ikan murung
ingin menakutinya—berbuat
jahat itu
menyenangkan.
hanya denging dan
sepi
ditelingaku
membawa gelombang frekuensi gain besar
menangkap suara
dari kejauhan,
aku merasa tubuhku konsol
grandma3
mereka menatapku
seperti
zombi-zombi lapar
menunggu darah
dan daging segar
untuk di
habiskannya.
kemudian,
dari yang (bukan)
mata kakiku
menangis; atas
keruntuhan kekuasaan ayah
saat aku bermigrasi
ke dunia.
sebab, aku hanya manusia
pembawa peta(ka)
kembali kudatangi
cermin
kupancing
ikan-ikan berwajah murung
dan ingin
men-screening film jelek
berupa tayangan
dimana
ikan-ikan
berwajah murung mengitari
ayah, ibu, dan si
merasa tersingkirkan,
di
pondok indah, 2001.
2025
Sebelum
Ciputat adalah hari-harinya.
Menjadi Tangan dan Kaki
gelombang radio
magnetik kuat
memproses gambar—sinar
x memotretnya
seperti
jerangkong yang nongkrong di taman literasi
mengantri berfoto
dalam ruangan sekotak nasi padang
tubuh itu
tertangkap menyisakan tulang belulang.
aku melihat ayah
menjadi wajah
ibu menjadi
kepala
si merasa
tesingkirkan menjadi badan
dan aku menjadi
tangan dan kaki.
mengangkat
gelas-gelas wine
dan juga
menggoreng sebuntal tahu walik
seperti membangun
seribu candi
dalam waktu 12
menit
sebelum
rorojongrang membatalkan pesanan
dan tidak ingin
kembali ke ruang itu.
sebuah tujuan
yang masih terbesit adalah;
untuk bisa
membuat dapur lebih ngebul
dari perokok
elektrik,
untuk bisa ibu
men-unboxing dan meriview
skincare, tapi
tidak menjadi detektif
untuk bisa ia yang
merasa tersingkirkan
dapat mengenyam
pendidikan
yang dalam dunia
modern; bisa digunakan untuk
menaikan taraf
atau sebagian manusia modern
lainnya,
menganggap
menganggur dengan
gaya.
ingin kulepaskan
kedua tangan dan
kaki itu
menaruhnya dalam
bingkai yang akan
lapuk di mamah
rayap dan waktu.
tapi,
aku tak
pernah terbesit
bagaimana
nanti ketika mereka ingin bergerak?
2025
Selanjutnya pada bagian 2...
0 Komentar