Header Ads Widget

Responsive Advertisement

TEROR PREMANISME DAN ANCAMAN KEBEBASAN PERS YANG BANGKIT DARI MATI SURI

Penulis; Wahyudistira Moki






    Saya sedang menghawatirkan. Saat tangan-tangan yang memegang erat pena keadilan berkutat mengabarkan isu terkini untuk masyarakat, dibombardir oleh segelintir kelompok yang tak punya etika dan mengancam keamanan mereka. Ancaman tersebut datang dengan cara mengirim kepala kaum mereka sendiri. Ya. Mengirim kepala Babi dan Tikus saat para Jurnalis di salah satu media sedang menjalankan tugas mulia di situasi genting saat ini.

Baca juga; SEBUAH SURAT DARI TENGGARONG

    Seperti sedang balik di tahun kegelapan, yaitu saat pemerintahan orde baru menguasai semua sudut yang ada di negeri ini dan menghilangkan serta meneror siapa saja yang berani berpihak kepada oposisi. Sejarah telah mencatat bagaimana kebebasan pers dikekang di era Orde Baru, ketika pemerintahan otoriter mengendalikan narasi tunggal dan menghilangkan siapa saja yang berani berpihak kepada oposisi. Kini, meskipun cara bermainnya telah berubah, pola-pola pembungkaman masih dapat ditemukan. Alih-alih menggunakan metode kasar dan terang-terangan seperti di masa lalu, kini tekanan terhadap jurnalis dilakukan secara sistematis, mulai dari kriminalisasi, ancaman fisik, hingga serangan digital yang bertujuan untuk merusak kredibilitas media.

    Masyarakat yang tengah berusaha memahami dinamika politik dan sosial hanya memiliki satu harapan utama, yakni media berita yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip jurnalistik. Namun, ketika tekanan terhadap jurnalis semakin meningkat dan influencer yang mencoba mengedukasi publik pun terancam, pertanyaan besar pun muncul di kepala saya: seberapa jauh situasi ini akan berkembang? Apakah kita akan kembali ke zaman ketika mahasiswa dan aktivis diculik hanya karena berani bersuara? Entahlah.

Baca juga; KI BATA: MENAKAR PENANTIAN DAN KESETIAAN MELALUI KACAMATA PEREMPUAN MONGONDOW

    

      Saya hanya ingin melihat bagaimana cara ia bertindak serta jajaran lembaga terkait mampu menyusut tuntas teror dan aksi premanisme tersebut yang diarahkan kepada para Jurnalis. Agar jurnalis yang melakukan aksi sesuai tupoksi kerjanya merasa aman tanpa ada unsur premanisme seperti demikian. Kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus memastikan bahwa kebebasan pers tetap menjadi pilar utama dalam menjaga kefaktual dan aktualan dalam menyampaikan berita kepada masyarakat. Jika ancaman terhadap jurnalis dibiarkan tanpa penyelesaian, maka tidak hanya media yang kehilangan kepercayaannya, tetapi juga demokrasi yang kita bangun dengan susah payah akan mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan.

Baca juga; MENU HARIAN KITA

Posting Komentar

0 Komentar